Sunday, 28 December 2014

Lirik Lagu Katy Perry The One That Got Away

Lirik Lagu The One That Got Away



Summer after high school when we first met
We make out in your Mustang to Radiohead
And on my 18th Birthday
We got matching tattoos

Used to steal your parents’ liquor
And climb to the roof
Talk about our future
Like we had a clue
Never planned that one day
I’d be losing you

In another life
I would be your girl
We’d keep all our promises
Be us against the world

In another life
I would make you stay
So I don’t have to say
You were the one that got away
The one that got away

I was June and you were my Johnny Cash
Never one without the other we made a pact
Sometimes when I miss you
I put those records on

Someone said you had your tattoo removed
Saw you downtown singing the Blues
It’s time to face the music
I’m no longer your muse

But in another life
I would be your girl
We’d keep all our promises
Be us against the world

In another life
I would make you stay
So I don’t have to say
You were the one that got away
The one that got away
The o-o-o-o-o-one [x3]
The one that got away

[Bridge:]
All this money can’t buy me a time machine (Nooooo)
It can’t replace you with a million rings (Nooooo)
I shoulda told you what you meant to me (Woooooow)
‘Cause now I paid the price

In another life
I would be your girl
We’d keep all our promises
Be us against the world

In another life
I would make you stay
So I don’t have to say
You were the one that got away
The one that got away
The o-o-o-o-o-one [x3]

In another life
I would make you stay
So I don’t have to say
You were the one that got away
The one that got away

Friday, 26 December 2014

Ini Cerita SBY Ketika Menangani Bencana Tsunami Aceh

Ini Cerita SBY Ketika Menangani Bencana Tsunami Aceh






Jumat, 26 Desember 2014 | 18:29 WIB
source http://nasional.kompas.com/read/2014/12/26/18293161/Ini.Cerita.SBY.Ketika.Menangani.Bencana.Tsunami.Aceh
KOMPAS.com
Editor: Fidel Ali Permana


DARI DUKA KITA BANGKIT
10 Tahun Tsunami Aceh dan Nias
Oleh
Susilo Bambang Yudhoyono
"Ya Allah, musibah apa ini ... ", ucap saya lirih.
Hal ini saya ucapkan di Wisma Gubernur Papua, Jayapura, tanggal 26 Desember 2004, ketika berita yang saya terima tentang gempa bumi di Aceh bertambah buruk dari jam ke jam. Dino Patti Djalal dan Andi Mallarangeng, dua juru bicara Presiden, yang terus "meng up-date" perkembangan situasi di Aceh ikut pula cemas. Istri tercinta yang mendampingi saya saat itu nampak makin sedih. Matanya mulai berkaca-kaca.
Komunikasi yang dilakukan oleh para Menteri dan Staf Khusus yang mendampingi saya memang amat tidak lancar. Mereka nampak frustrasi. Belakangan baru tahu bahwa telekomunikasi di seluruh Aceh lumpuh total. Tetapi, yang membuat pikiran saya semakin tegang adalah setiap berita yang masuk jumlah korban gempa terus meningkat dengan tajam. Pertama belasan, kemudian puluhan, ratusan dan bahkan ribuan. Waktu itu saya benar-benar belum mengetahui bahwa yang terjadi ternyata bukan hanya gempa bumi, tetapi juga tsunami yang amat dahyat.
Selama jam-jam yang menegangkan itu saya tetap memelihara komunikasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang saat itu berada di Jakarta. Intinya, nampaknya ini bukan bencana alam biasa. Sesuatu yang besar. Kita harus siap menghadapi hal yang paling buruk. Kita harus dapat bertindak dengan cepat namun sekaligus tepat.
Oleh karena itu, meskipun malam harinya saya tetap menghadiri perayaan Natal bersama umat Kristiani yang ada di Jayapura yang sudah lama dipersiapkan, saya meminta acara itu dipersingkat dan saya mengajak hadirin untuk berdoa atas keselamatan saudara-saudara kita yang sedang tertimpa bencana alam di Aceh.

Rapat Darurat Kabinet Terbatas di Jayapura
Dengan informasi dan intelijen yang sangat minim, malam itu di Jayapura saya segera menggelar rapat Kabinet Terbatas, yang dihadiri oleh sejumlah Menteri yang mendampingi saya. Ingat, kunjungan saya ke Papua waktu itu di samping menghadiri perayaan Natal bersama juga meninjau Nabire yang baru saja tertimpa bencana.
Suasana nampak hening. Para Menteri sempat merasakan ketegangan saya. Sebenarnya, ketika saya pandangi wajah-wajah mereka, nampaknya hal itu juga dialaminya. Setelah melakukan pembahasan secukupnya, saya mengambil keputusan bahwa esok hari, sepagi mungkin, kita langsung ke Aceh. Bukan ke Jakarta sesuai dengan yang telah direncanakan. Pada waktu itu memang ada yang berpendapat dan menyarankan agar sebaiknya saya kembali ke Jakarta dulu. Setelah segalanya menjadi jelas, baru ke Aceh.
"Tidak. Kita langsung ke Aceh. Persiapkan penerbangan kita. Kita berangkat sepagi mungkin", demikian arahan saya
"Siap, Bapak Presiden", jawab mereka. Serentak.
"Terima kasih. Dalam keadaan yang serba tidak jelas ini justru sebagai pemimpin saya harus mengetahui situasi di lapangan yang sebenarnya. Di situ saya bisa segera mengambil keputusan. Dan kemudian memberikan instruksi dan segera bertindak."
Mereka kembali mengangguk. Tanda mengerti.
Saya dibesarkan di dunia militer. Dari Letnan hingga Jenderal. Saya bersyukur karena dapat kesempatan sejarah untuk bertugas di medan pertempuran di Timor Timur selama hampir 5 tahun. Juga pernah bertugas di Bosnia sebagai bagian dari Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB. Dalam kehidupan militer inilah saya selalu ingat apa yang didoktrinkan kepada para Komandan Satuan tempur apa yang disebut "3 Quick". Dalam bahasa Inggris berbunyi: "Quick to see, quick to decide, quick to act".
Malam itu juga saya mengeluarkan intruksi kepada Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kapolri Jenderal Polisi Da'i Bachtiar untuk menyiagakan pasukannya, dan segera melakukan apa saja yang bisa dilakukan untuk membantu Aceh dalam mengatasi bencana dahsyat itu. Meskipun, terus terang, pengetahuan saya sendiri terhadap bencana tsunami belum luas benar. Tetapi, pegangan saya adalah bahwa korban jiwa amat besar, berarti memerlukan tindakan yang besar pula.
Terbang Menuju Lhokseumawe
Pagi hari, pesawat yang saya tumpangi tinggal landas menuju Aceh. Sasaran kunjungan saya adalah ke Lhokseumawe. Sementara, Pak Jusuf Kalla saya minta untuk langsung ke Banda Aceh. Pertimbangan saya Wapres bisa datang lebih cepat di Aceh, sehingga segera bisa melihat langsung Banda Aceh yang konon kerusakannya paling parah. Sebab, kalau saya sendiri yang ke Banda Aceh, sore atau malam hari baru tiba.
Sebagaimana yang diketahui oleh banyak kalangan pesawat kepresidenan yang saya naiki adalah jenis RJ 85, yang tidak bisa terbang langsung ke Lhokseumawe. Pesawat harus singgah di Makasar dan kemudian Batam untuk pengisian bahan bakar. Tentu saja saya harus menambah waktu sekitar 3-4 jam. Keadaan inilah yang waktu itu memunculkan gagasan saya bahwa seharusnya pesawat Presiden Indonesia bisa terbang ke manapun di wilayah Indonesia, maksimal 8 jam, tanpa harus melakukan "refueling". Tetapi, pesawat yang saya maksud baru terwujud 10 tahun kemudian. Pertama saya sadar bahwa saya harus menunggu kemampuan ekonomi negara dan ketersediaan anggaran pemerintah. Sedangkan yang kedua proses politiknya ternyata panjang dan tidak mudah. Ada pro dan kontra. Dianggapnya sebuah pemborosan. Padahal jika Presiden selalu menggunakan pesawat Garuda biayanya justru jauh lebih mahal, dan juga bisa mengacaukan jadwal penerbangan Garuda sendiri. Namun, bagaimanapun saya bersyukur karena pesawat itu dapat disediakan sekitar 5 bulan sebelum saya mengakhiri tugas saya sebagai Presiden. Saya senang karena Presiden Jokowi dan Presiden-Presiden berikutnya bisa terbang ke manapun tanpa harus berhenti di jalan karena mesti mengisi bahan bakar.
Ketika saya singgah di Makasar dan Batam, saya tidak menyia-nyiakan waktu untuk mencoba berkomunikasi dengan Aceh. Tetapi tetap sulit. Oleh karena itu saya terus bekerja dengan asumsi berdasarkan intelijen yang minim. Selama penerbangan pun saya menggelar peta dan bersama para menteri terkait mulai saya pelajari situasi serta rencana tindakan yang diperlukan.
Sementara itu, Ibu Ani nampak makin sedih. Ia mulai membayangkan tragedi kemanusiaan itu. Terbayang pula kesedihan yang tiada tara yang dialami oleh saudara-saudaranya yang ada di Aceh, yang kehilangan mereka-mereka yang disayanginya karena menjadi korban bencana tsunami tersebut.
Kehancuran Total dan Duka yang Mendalam
Sore hari pesawat yang saya tumpangi mendarat di Bandara Lhokseumawe. Begitu sampai di lokasi saya beserta istri dan rombongan segera menemui ribuan saudara-saudara kita yang kena musibah, termasuk yang kehilangan keluarganya. Suasana sungguh memilukan. Kami sapa dan peluk mereka. Saya sampaikan bahwa saya dan para Menteri datang untuk membantu mereka semua.
Menjelang gelap, saya dan rombongan sampai di tempat penginapan ~ di kompleks PT Arun ~ saya segera menggelar rapat. Tentunya semuanya serba darurat. Saya ingin segera mendapatkan laporan dari para pejabat daerah tentang keadaan yang nyata di lapangan, serta tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh daerah termasuk oleh jajaran TNI dan Polri. Dengan laporan yang lebih akurat, saya akan lebih fokus untuk meninjau daerah-daerah yang paling parah kerusakannya. Juga yang paling banyak korban jiwanya. Dari situ, kemudian saya bisa mengambil keputusan, termasuk sasaran-sasaran utama operasi tanggap darurat yang mesti segera dilakukan.
Tiga pimpinan daerah memberikan laporan singkat kepada saya, yaitu Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Azwar Abubakar, Pangdam Iskandar Muda Mayor Jenderal TNI Endang Suwarya dan Kapolda Aceh Inspektur Jenderal Bachrumsyah. Roman muka ketiga pejabat tersebut nampak tegang dan juga lelah. Saya diberitahu bahwa isteri Mayjen Endang Suwarya hampir tidak selamat akibat hantaman gelombang tsunami yang sangat kuat, sementara salah satu anak Gubernur Azwar Abubakar belum diketahui posisinya. Suara mereka nampak bergetar ketika memberikan laporannya.
Saya menyimak dengan seksama semua laporan dan penjelasan yang diberikan kepada saya. Setelah saya ajukan sejumlah pertanyaan penting, akhirnya saya bisa menyimpulkan dan sekaligus menyampaikan pernyataan sebagai berikut:
"Ini sebuah bencana nasional. Hakikatnya juga krisis nasional. Oleh karena itu yang harus kita jalankan adalah manajemen krisis. Baik pada tingkat Pusat, maupun Daerah."
Semuanya membenarkan. Kemudian saya sampaikan arahan saya lebih lanjut.
"Karena jajaran Pemerintah Daerah saya anggap lumpuh total, maka Pemerintah Pusat akan mengambil alih. Setelah saya tinjau di lapangan esok pagi, saya akan putuskan status bencana ini. Tetapi sementara saya bisa mengatakan bahwa sangat mungkin statusnya adalah bencana nasional."
Seusai rapat, dihadapan staf khusus dan ADC Presiden, saya sampaikan bahwa saya harus turun langsung ke lapangan. "Hands on." Tak cukup hanya menerima laporan semata. Begitu prinsip kepemimpinan yang saya anut dan jalankan selama ini.
Namun, saya juga sampaikan bahwa sebagai Kepala Pemerintahan tugas dan kewajiban saya bukan hanya meninjau dan menangani permasalahan yang ada di lapangan semata, tetapi saya juga bertanggung jawab bahwa pemerintah memiliki kebijakan dan tindakan nasional yang tepat. Termasuk sumber daya yang perlu kita kerahkan. Tentu termasuk pula dukungan anggaran yang diperlukan. Dalam pikiran saya yang harus pemerintah lakukan adalah manajemen krisis tingkat strategis dan berdimensi nasional.

3 Prioritas
Sepanjang malam, di wisma PT Arun Lhokseumawe, saya tidak bisa tidur. Saya gunakan waktu yang amat berharga itu untuk menyusun dan menentukan prioritas dan tindakan penting yang harus segera dilakukan. Setelah saya lakukan analisis secara mendalam, saya tetapkan 3 prioritas utama. Tiga-tiganya harus dilakukan secara terpadu dan bersamaan. Tidak saling menunggu.
Prioritas pertama adalah Operasi Tanggap Darurat, secara internasional sering disebut "Disaster Relief Operations". Yang paling penting adalah menyelamatkan jiwa siapapun yang masih bisa diselamatkan. Kemudian evakuasi dan perawatan para korban luka atau sakit. Juga pemberian makanan, minuman, obat-obatan dan air bersih. Juga menghidupkan kembali listrik dan ketersediaan BBM. Juga menormalisasi transportasi dan telekomunikasi. Pendek kata, dari situasi yang serba darurat secara bertahap harus dipulihkan menjadi normal kembali. Melihat luasnya daerah yang rusak berat serta besarnya kehancuran infrastruktur dan sumber-sumber kehidupan, waktu operasi tanggap darurat ini saya tetapkan 3 bulan. Setelah itu akan berlanjut dengan tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Prioritas kedua adalah pengerahan dan penugasan satuan TNI dan Polri dalam jumlah yang cukup dan dalam waktu yang singkat. Operasi tanggap darurat yang amat besar skalanya tidak mungkin dilaksanakan tanpa pelibatan satuan TNI, Polri dan elemen-elemen lain seperti PMI, satgas PLN, satgas Telkom dan lain-lain. Saya mengetahui bahwa salah satu tugas TNI adalah melaksanakan Operasi Militer Selain Perang, dan salah satu wujudnya adalah operasi tanggap darurat menanggulangi bencana.
Sedangkan prioritas yang ketiga adalah memastikan agar kontak tembak antara TNI dan GAM bisa ditiadakan. Ingat Aceh masih ditetapkan sebagai daerah operasi militer, karena unsur-unsur bersenjata GAM waktu itu juga masih aktif melakukan aksi-aksi bersenjatanya. Sementara itu tidaklah mungkin operasi tanggap darurat bisa dilaksanakan secara berhasil jika pertempuran antara TNI dan GAM masih terjadi.
Dalam kaitan ini saya berencana bahwa sesampainya di Banda Aceh keesokan harinya, saya akan ajak dan serukan agar GAM bisa ikut membantu saudara-saudaranya yang tengah mengalami musibah luar biasa. Saya juga akan serukan kembali untuk dapat mengakhiri konflik secara damai. Sebenarnya, sebulan sebelumnya, bulan November 2004 ~ satu bulan setelah saya dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, saya telah mengajak GAM untuk kembali mencari jalan bagi pengakhiran konflik bersenjata yang telah berlangsung lebih dari 30 tahun. Dan sejarah juga mencatat bahwa sebenarnya solusi damai hampir terjadi setelah adanya Perjanjian Jenewa akhir tahun 2002. Sayang upaya damai itu kandas karena kurang bulatnya pihak pemerintah untuk mengimplementasikan solusi damai itu, sementara pihak GAM-pun juga tidak konsekuen melaksanakannya.
Oleh karena itu pada saat kampanye Pemilihan Presiden tahun 2004, saya bersama Pak Jusuf Kalla berjanji bahwa jika kami berdua mendapatkan amanah untuk memimpin Indonesia, kami bertekad untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai. Dengan terjadinya bencana tsunami ini, saya punya keyakinan bahwa Allah memberikan jalan bagi berakhirnya konflik yang telah banyak merenggut koran jiwa itu. "New window of opportunity is widely open."
Keadaan Banda Aceh Lebih Memilukan
Esok harinya, 28 Desember 2004, saya sudah mendarat di Banda Aceh. Keadaan lebih menyedihkan lagi. Sepertinya semuanya rata dengan tanah. Kecuali sejumlah masjid, termasuk masjid Baiturrahman.
Saya segera berkeliling Banda Aceh. Rombongan sempat berhenti ketika dihadapan kami ada ratusan jenazah. Saya mengajak untuk berdoa kepada Allah, agar para syuhada itu diterima disisiNya. Menteri Agama Maftuh Basyuni memimpin acara doa itu.
Banda Aceh lengang. Saya temui para korban yang sakit dan luka-luka di Rumah Sakit sementara. Di Bandara sendiri Ibu Ani memeluki banyak sekali anak-anak yang kehilangan orang tuanya. Tangis ada di mana-mana. Meskipun secara lahiriah saya nampak tegar dan terus memberikan instruksi kepada para Menteri dan Pejabat Daerah, tetapi sesungguhnya hati saya pun menangis. Ujian dan cobaan Allah ini sungguh berat.
Setelah cukup berkeliling dan meninjau langsung daerah-daerah yang paling terdampak, termasuk keadaan masyarakat dan infrastruktur yang rusak berat, saya segera menuju ke Posko Sementara yang bertempat di Pendopo Gubernuran. Di situ, meskipun informasi yang yang miliki relatif cukup, tetapi saya persilahkan pejabat yang ada di Posko untuk menyampaikan laporan dan penjelasaannya. Sejumlah tokoh masyarakat yang turut hadir juga saya persilahkan untuk bicara. Memang semuanya amat emosional. Bingung, sedih dan seperti tidak tahu apa yang harus dikerjakan.
Dalam situasi seperti itulah ~ sebagaimana yang telah saya perkirakan ketika saya berada di Lhokseumawe ~ saya harus memberikan instruksi dan arahan secara teknis. Sama sekali saya tidak berbicara yang sifatnya nasional dan strategis. Betul-betul operasional dan teknis. Persis seperti seorang Bupati, atau Dandim, ataupun Kapolres memberikan pengarahan kepada komandan-komandan bawahannya. Pertimbangan saya, kehidupan lokal yang lumpuh harus digerakkan dulu. Kepercayaan mereka harus mulai dibangkitkan. Mereka harus tahu ada Presiden, Menteri dan pejabat lain yang datang untuk mengatasi masalah dan membantu mereka semua. Medan yang saya masuki adalah medan psikologis dan kondisi mental yang mengalami goncangan. Itu yang paling diperlukan.
Di Lhokseumawe saya berjanji bahwa setelah meninjau Banda Aceh akan segera saya tetapkan status bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan Nias itu. Di situlah secara lisan saya sampaikan status bencana yang terjadi itu berupa Bencana Nasional. Dengan demikian siapa berbuat apa dan siapa bertanggung jawab tentang apa menjadi jelas. Juga menyangkut penggunaan dan penyaluran anggaran negara.
Satu lagi, yang juga telah ada dalam pikiran saya, di Banda Aceh lah saya ulangi seruan saya agar Pemerintah dan GAM dapat duduk bersama untuk mencari jalan bagi pengakhiran konflik. Atas pertolongan Allah, nampaknya jalan itu terbuka cukup lebar. Sejarah mencatat bahwa hanya dalam waktu 8 bulan akhirnya konflik Aceh bisa kita selesaikan secara damai dan bermartabat.
Sejumlah Persoalan Pelik Menghadang
Barangkali ada yang mengira bahwa setelah tsunami Aceh dan Nias saya tetapkan sebagai bencana nasional, setelah operasi tanggap darurat saya putuskan untuk segera dilakuan dan setelah TNI, Polri dan unsur-unsur tanggap darurat lain saya instruksikan untuk dikerahkan semaksimal mungkin, tidak ada lagi persoalan yang berarti. Hal begitu keliru. Ternyata ada sejumlah persoalan pelik dan rumit yang harus dipecahkan. Dalam tatanan manajemen pemerintahan, utamanya manajemen krisis, sebagai Presiden saya memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar. Tugas dan tanggung jawab ini harus saya ambil secara penuh dan tidak mungkin saya delegasikan kepada siapapun.
Di bawah ini akan saya kedepankan sejumlah persoalan pelik yang dihadapi oleh jajaran pemerintah.
= Pemerintahan Daerah benar-benar lumpuh.
= Logistik boleh dikatakan nol.
= Alutsista TNI sangat kurang, akibat embargo & sanksi.
= Konflik bersenjata dengan GAM masih berlangsung.
= Ada penolakan terhadap bantuan internasional, termasuk militernya.
= Badan penanggulangan bencana belum terbentuk.
= Undang-Undang penanggulangan bencana belum ada.
= Anggaran APBN 2004 tidak tersedia untuk tanggap darurat tsunami Aceh dan Nias.
Sebagian dari persoalan itu meskipun pelik tetapi ada solusi yang dapat dilakukan. Tetapi, sebagian dari persoalan itu memang rumit, penuh risiko dan "politiknya" juga tinggi. Oleh karena itu, pemerintah mengambil posisi dan kebijakan yang intinya untuk memastikan bahwa semua bentuk operasi tanggap darurat dapat dilaksanakan, termasuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi setelah tahapan tanggap darurat selesai dilakukan.
Paling tidak ada 4 persoalan kritikal yang memerlukan pelibatan dan keputusan saya secara langsung. 4 hal itu adalah (1) penggunaan APBN untuk operasi tanggap darurat; (2) kebijakan terhadap bantuan internasional; (3) kehadiran dan pelibatan militer asing; dan (4) tindakan penghentian operasi militer menghadapi GAM.
Secara singkat akan saya elaborasi keempat hal itu.
Pertama, untuk mendapatkan alokasi anggaran yang cukup besar, pemerintah bekerja maraton dengan DPR RI untuk mendapatkan persetujuan penggunaan anggaran dimaksud. Saya berpendapat meskipun di kala krisis segalanya harus cepat, tetapi aturan undang-undang dan "governance" tidak boleh ditabrak. Meskipun tetap alot, tetapi karena kedua belah pihak alhamdulillah memiliki "sense of crisis" yang relatif sama, anggaran itu dapat disediakan dan kemudian disalurkan.
Kedua, banyak tawaran bantuan dari negara-negara sahabat. Jumlahnya besar, dan saya kira angka yang paling besar yang diterima oleh sebuah negara di abad ke-21 ini. Persoalannya adalah selalu ada pro dan kontra di dalam negeri. Tetapi, tanpa ragu-ragu saya memutuskan untuk menerima bantuan itu demi masyarakat Aceh dan Nias yang amat menderita. Saya juga berjanji untuk mengelola anggaran itu secara transparan dan akuntabel, serta bebas dari korupsi. Komitmen dan "pledging" internasional itu mengalir dan dalam jumlah yang besar setelah pemerintah berhasil menyelenggarakan Konferensi Internasional yang kemudian disebut dengan Tsunami Summit. Di situ saya paparkan tentang skala kerusakan yang terjadi, termasuk jumlah korban jiwa yang tewas dan hilang. Setelah itu saya persilahkan jika ada pihak-pihak yang secara ikhlas dan tanpa syarat ingin membantu Indonesia. Berkali-kali saya ucapkan bahwa "Indonesia tidak meminta-minta, tetapi jika ada bantuan kemanusiaan tentu kami terima". Besaran kontribusi internasional untuk Indonesia itu mencapai sekitar 7 milyar dolar AS.
Ketiga, banyak sekali kontingen militer negara sahabat yang telah berada di sekitar Aceh dan Nias, dan juga yang telah bersiap di negaranya untuk segera berangkat ke Indonesia. Persoalannya, sebagaimana halnya bantuan internasional, ada yang alergi dan bahkan menolak kehadiran militer asing tersebut. Alasannya bermacam-macam. Katanya Indonesia, khususnya Aceh, akan menjadi sasaran intelijen asing. Juga dikhawatirkan tentara asing itu akan membantu GAM. Dan masih ada sejumlah alasan. Dengan tegas saya katakan kekhawatiran itu tidak perlu ada. Di dunia ini tindakan membangun sebuah negara yang mengalami musibah bencana alam itu amat biasa. Atas dasar itu, dengan tegas saya mengizinkan kehadiran kontingen tentara negara sahabat itu dengan catatan mereka tetap dibawah kendali Indonesia, khususnya pemerintah dan pimpinan TNI.
Ternyata apa yang dilakukan oleh tentara asing itu amat menguntungkan kita. Alutsista dan perlengkapan untuk mengatasi bencana lebih lengkap. Mereka banyak membantu pelaksanaan operasi tanggap darurat. Tidak ada yang melakukan operasi intelijen. Tidak ada yang membantu GAM. Bahkan mereka memiliki pandangan yang baik terhadap TNI kita yang dinilai profesional, bersahabat dan tidak ada wajah represif sebagaimana yang dicitrakan selama ini.
Keempat, berkenaan dengan situasi keamanan di Aceh sendiri. "De facto" konflik bersenjata masih ada. Oleh karena itu secara sungguh-sungguh saya melakukan analisis dan kalkulasi. Akal sehat dan keyakinan saya mengatakan tidak mungkin GAM akan melakukan serangan-serangan terhadap TNI maupun tentara asing. Kalau itu dilakukan istilahnya mereka "bunuh diri". Itulah yang mendasari pertimbangan saya agar TNI sementara menghentikan operasi militernya dan kemudian fokus pada operasi tanggap darurat. Kecuali kalau TNI diserang, saya instrusikan untuk dilakukan pembalasan dan pengejaran sampai dapat. Tentu keputusan, kebijakan dan instruksi saya ini tinggi risikonya. Saya bisa salah. Tetapi keputusan itu tetap saya ambil. Adalah sejarah yang mencatat bahwa tidak terjadi serangan GAM, baik terhadap TNI maupun kontingen militer asing, selama pelaksanaan operasi tanggap darurat.
Sebelumnya telah saya katakan bahwa semua keputusan, kebijakan dan tindakan yang saya ambil ini ada pro dan kontranya. Risikonya pun tinggi. Tetapi, sekali lagi harus saya ambil dan lakukan. Dalam hal ini saya terus bersinergi dan berbagai pekerjaan dengan Wapres Jusuf Kalla. Pak JK cukup kontributif, banyak inisiatif dan sungguh membantu saya sebagai Kepala Pemerintahan. Peran dan jasa Panglima TNI, Kapolri dan Kasad juga besar. Bahkan saya saksikan sendiri Kasad, waktu itu Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, sangat aktif memimpin operasi pengumpuan ribuan jenazah serta pembersihan kota dari material dan sampah tsunami yang menggunung. Gubernur Sumatera Utara juga amat besar jasanya ~ (alm) Teuku Rizal Nurdin. Demikian juga para Gubernur lain yang juga menunjukkan solidaritasnya. Juga para donatur dan masyarakat luas.
Refleksi Seperti Apa yang Kita Dapatkan?
Bicara refleksi amat banyak yang dapat kita tulis. Banyak drama dan cerita yang memilukan. Banyak keajaiban, yang tiada lain karena pertolongan Allah SWT. Banyak kejadian yang sepertinya tidak mungkin, tetapi menjadi mungkin. Ambillah sebuah contoh. Seorang anak, Martunis, yang terapung sekitar 2 minggu bisa selamat. Tsunami Summit yang dihadiri oleh Sekjen PBB Kofi Annan dan banyak kepala negara asing yang kita siapkan hanya selama satu minggu, yang biasanya memerlukan waktu satu tahun, berhasil dengan gemilang.
Kalau mau diceritakan barangkali seminggu belum selesai. Kalau mau ditulis barangkali sepuluh buku belum cukup.
Tetapi, yang jelas, sebagai seorang yang selalu berpikir positif, bersikap optimis dan yakin bahwa selalu ada solusi terhadap persoalan sepelik apapun, saya merasa mendapatkan banyak himah dan pelajaran yang amat berharga. Dengan penuh rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan ihlas dan sungguh-sungguh ikut mengatasi musibah tsunami Aceh dan Nias yang lalu, saya ingin berbagi kabar gembira. Yang saya maksudkan, ternyata negeri ini, kita semua, telah mampu mengubah krisis menjadi peluang. Juga telah mampu mengubah musibah menjadi hikmah dan berkah.
Seperti yang menjadi judul tulisan saya yang sederhana ini ~ Dari Duka Kita Bangkit ~ saya ingin menyebut 10 capaian baik yang patut kita syukuri bersama.
1. Tanggap darurat berhasil baik, rehabilitasi dan rekonstruksi pun sukses
2. Konflik Aceh bisa diselesaikan
3. Embargo dan sangsi militer dicabut, tentu dengan upaya kita
4. Indonesia menerima bantuan internasional yang relatif besar
5. Kinerja dan "governance" BRR pimpinan Dr. Kuntoro dipuji dunia
6. Early warning system & teknologi kebencanaan akhirnya kita miliki
7. Kita punya UU Penanggulangan Bencana
8. Kita punya BNPB ~ Pusat & Daerah yg makin kapabel dan kredibel
9. Solidaritas ~ baik internasional & maupun nasional ~ kini menjadi "rules"
10.Kita terbiasa menjalankan manajemen & kepemimpinan di kala krisis
Masih seputar refleksi, bagi saya pribadi banyak pelajaran hidup yang saya dapatkan. Kalau saya bagikan perasaan dan pengalaman ini kepada para sahabat, tiada lain jika para sahabat mengalami hal yang sama, barangkali pengalaman saya ini ada gunanya untuk diketahui.
Memimpin upaya mengatasi dan menangani bencana tsunami Aceh dan Nias adalah ujian pertama yang saya hadapi sebagai Presiden. Jika saya gagal, barangkali akan gagal lah selamanya menjadi Presiden. Banyak keputusan, kebijakan dan tindakan saya yang berisiko tinggi. Sangat mungkin saya salah dan gagal. Dalam mengatasi dan mengelola krisis, baik tatanan sistem dan manajemen maupun tindakan cepat di lapangan sama pentingnya. Pemimpin itu tidak pernah sepi dari kritik dan kecaman, sebagaimana yang saya terima ketika menangani tsunami Aceh dan Nias dulu, tetapi saya harus tetap bekerja. Dalam keadaan seperti itu ada sebagian yang keras berkomentar miring tetapi tergolong "do nothing". Biarkan hal itu tetap terjadi karena kita tidak dapat meniadakannya, yang penting teruslah berikhtiar. Saya kira masih banyak lagi. Mari kita terus belajar dan pandai mengambil hikmah. Tidakkah hidup ini universitas yang abadi?
Menutup tulisan ini saya ingin mengulangi kata-kata saya yang sering saya sampaikan jika kita melakukan refleksi tentang tsunami Aceh dan Nias. Banyak saudara-saudara kita di Aceh dan Nias, termasuk anak-anak waktu musibah itu terjadi, yang telah kehilangan masa lalunya. Jangan biarkan mereka kehilangan masa depannya. Mari kita peduli dan berbagi kepada mereka, agar mereka memiliki masa depan yang baik.

Perkembangan ilmu Pengetahuan dan kebudayaan pada Abad Pertengahan

Perkembangan ilmu Pengetahuan dan kebudayaan pada Abad Pertengahan



Perkembangan ilmu Pengetahuan dan kebudayaan pada Abad Pertengahan

 

Perkembangan ilmu teknologi.
Pada abad pertengahan di beberapa wilayah kekuasaan Islam, ilmu pengetahuan mengalami perkembangan walaupun tidak lebih maju daripada masa jayanya Daulah Abbasiyah dan tidak mampu menyaingi kemajuan bangsa Eropa.
Di India pada masa pemerintahan kerajaan Mogul telah dibangun sekolah sekolah yang di dalamnya diajarkan ilmu pengetahuan umum, seperti logika, filsafat, geometri, geografi, sejarah, politik, dan matematika. Tatkala Sultan Syah Jehan dan Aurangzeb memerintah telah dibangun sekolah-sekolah tinggi, selain pusat pengajaran di Sueknon. Selain itu, pada tahun 1641 M perpustakaan di Agra telah memiliki 24.000 judul buku dalam berbagai disiplin ilmu.
Di Mesir tatkala diperintah oleh Dinasti Mamluk (1250-1517 M) telah muncul para cendekiawan muslim seperti:
1.Ibnu Abi Usaibiah penulis buku “Uyun Al Anba fi Tabaqat Al Atibba” (penyampai informasi dalam tingkatan para dokter).
2.Abu Al Fida, Ibnu Tagri Badri Atabaki, dan Al Maqrizi, terkenal sebagai penulis sejarah kedokteran.
3.Abu Hasan Ali Nafis (wafat 1288 M) kepala rumah sakit Kairo yang menemukan susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, tiga abad lebih dulu dari Servetus (orang Portugis).
4.Nasiruddin At-Tusi (1201-1274 M) seorang ahli observatorium dan Abu Faraj Tabari (1226-1286) seorang ahli matematika.
Selain itu, ada seorang cendekiawan muslim yang ahli dalam ilmu geografi yang bernama Ibnu Batutah (703-779 H) dan juga pengembara muslim yang telah berkeliling dunia serta pernah singgah sebanyak dua kali di Samudera Pasai (Aceh). Beliau telah menyusun buku yang berjudul Rihlah Ibnu Batutah, berisi tentang perjalanan Ibnu Batutah dalam berkeliling dunia. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam berpuluh-puluh bahasa dunia.
Perlu pula diketahui bahwa pada awal abad pertengahan ini, telah pula disusun kitab Mausu’at, yaitu buku yang sangat tebal, berisi tentang kumpulan berbagai ilmu pengetahuan, yang pada masa sekarang disebut ensiklopedi. Di antara cendekiawan muslim yang menyusun Mausu’at adalah An-Nuwairy (wafat: 722 H), Ibnu Fadlullah (700-748 H), dan Jalaluddin As-Suytiti (849-911 H). Setelah kerajaan-kerajaan Islam dan umat Islam di berbagai wilayah dari benua Asia dan Afrika mengalami kemunduran di bidang politik dan ekonomi, akibat dijajah oleh bangsa Eropa, umat Islam tidak mampu lagi untuk menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.


                           Kebudayaan Islam Yang Berkembang Dalam Abad Pertengahan

Dr.Abdul Mun’im Majid,dalam bukunya”Tarikhul Hadharat Islamiyah Fil’ushuril Wustha”mencatatkan aspek-aspek kebudayaan islam yang berkembang dalam abad pertengahan.Aspek-aspek kebudayaan yang berkembang itu mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.     Urusan Politik/Kenegaraan

Yang termasuk dalam aspek ini adalah : pembentukan Undang-undang tentang kekuasaan kepala Negara,dan lain-lain.

b.     Sosial/Masyarakat
Yang termasuk dalam aspek ini adalah : pembentukan lembaga kemasyarakatan,pembangunan dan perbaikan kota (termasuk penataan penduduk).
c.      Ilmu Pengetahuan.
Ilmu pengetahuan ini ada yang ilmu pengetahuan keislamian dan ada ilmu pengetahuan umum.
Yang meliputi ilmu pengetahuan keislaman seperti ilmu tafsir,ilmu qiraat,ilmu hadits,ilmu fiqih,ilmu kalam dan ilmu tasawuf.
Yang meliputi ilmu pengetahuan seperti,filsafat ilmu tafsir,ilmu falaq,dan astronomi.ilmu bumi,ilmu peta, ilmu kedokteran,ilmu obat-obatan,ilmu kimia dan ilmu alam.
d.      Bahasa dan sastra
Perkembangan bahasa selalau berkatan dengan sastra. Sastra yang berkembang, dalam dua bentuk yaitu puisi dan prosa.
e.       Penulisan  sejarah dan ilmu sejarah.
f.       Seni dan music
Dalam bidang seni mencakup: seni bangunan; seni tulisan huruf dan banyak lagi.
Selain seni dalam wujud benda seperti disebutkan di atas juga berkembang seni dalam bentuk lain, yaitu pokal dan instrumental seperti seni suara dan music.

bau� v g s P\� � � uk di atas muka bumi.
Kemudian mereka naik bersamanya. Tidaklah mereka melewati sekumpulan malaikat melainkan para malaikat itu akan bertanya, siapakah nyawa yang buruk ini? Mereka menjawab: “Ini adalah Fulan bin Fulan” dan disebutkan namanya yang paling terburuk ketika mereka memanggilnya di dunia.


Kemudian mereka membawanya naik sampai ke langit dunia dan dimintakan agar pintu langit di bukakan untuknya. Namun pintu langit tidak dibukakan untuknya”.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat yang berbunyi,
لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ
“Tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga sampai onta bisa masuk ke dalam lubang jarum.” (QS. Al-A’rof: 40)
Selanjutnya Allah SWT berfirman,
“Catatlah oleh kalian bahwa ketetapannya berada di (neraka) Sijjiin, di bumi yang paling bawah”.


Setelah itu, nyawanya benar-benar dilemparkan. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca arti dari suatu ayat yang berbunyi,
“Barangsiapa yang berbuat syirik kepada Allah, Maka dia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh”. (surat Al Hajj:ayat 31)
Demikianlah, nyawanya dikembalikan kedalam jasadnya. Maka dua orang malaikat mendatanginya lalu mendudukkannya. Keduanya bertanya, “Siapa Rabbmu?” Dia menjawab, “Hah.. hah..aku tidak tahu”. Keduanya kembali bertanya, “Siapa orang yang telah diutus ditengah kalian ini?” Dia menjawab, “Hah..hah..aku tidak tahu.” Kemudian terdengarlah suara yang menyeru dari langit, “Dia telah berdusta, bentangkanlah untuknya permadani dari api neraka dan bukakanlah sebuah pintu ke neraka.” Sehingga hawa panas dan racun neraka pun menerpanya dan kuburnya dipersempit sampai tulang-tulang rusuknya saling bergeser. Lalu datang kepadanya seorang yang buruk wajahnya, pakainnya, dan busuk baunya. Orang itu berkata, “Bergembiralah dengan segala yang akan memperburuk keadanmu. Ini adalah hari yang dahulu engkau telah dijanjikan.” Maka si kafir bertanya, “Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan membawa keburukan.” Dia pun menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk.” Lalu si kafir berkata, “Wahai Rabbbku! Janganlah engkau datangkan hari kiamat”.
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah di dalam kitabnya “Ahkamul Janaiz” (hal. 156-157) dan tahqiq beliau terhadap “Syarh Aqidah Thahawiyyah” (hal. 397-398).
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…
Inilah keadaan seorang yang mukmin dan seorang yang kafir tatkala meninggalkan alam dunia dan masuk ke dalam alam akhirat yang dimulai dengan alam barzakh (alam kubur). Wallahu a’lam bi showab

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَلِيُّ الصَّالِحِينَ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا خَاتَمُ الأَنْْْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌوَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ., أَمَّابعد,
Innal hamdalillahi robbal’aalamiin wa asyhadu an laa ilaaha illahllaahu wa liyyash shalihiina wa asyhadu anna muhammadan khaatamul anbiyaai wal mursaliina allahumma shalli ‘alaa muhammadan wa ‘alaa aali muhammadin kamaa shollayta ‘alaa ibroohiima wa ‘alaa alii ibroohiim.Wa barok ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aali muhammadin kamaa baarokta ‘alaa ibroohiima wa ‘alaa alii ibroohiim, innaka hamiidum majiid.
Ammaa ba’ad..




اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.
Allahummagh fir lilmuslimiina wal muslimaati, wal mu’miniina wal mu’minaatil ahyaa’I minhum wal amwaati, innaka samii’un qoriibun muhiibud da’waati.
Robbanaa laa tuaakhidznaa in nasiinaa aw akhtho’naa. Robbanaa walaa tahmil ‘alaynaa ishron kamaa halamtahuu ‘alalladziina min qoblinaa.Robbana walaa tuhammilnaa maa laa thooqotalanaa bihi, wa’fua ‘annaa wagh fir lanaa war hamnaa anta maw laanaa fanshurnaa ‘alal qowmil kaafiriina.
Robbana ‘aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhiroti hasanah wa qinaa ‘adzaabannaar. Walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.

‘IBAADALLAH
INNALLAAHA YA-MURUU BIL ‘ADLI WAL IHSAAN
WA IITAA-I DZIL QURBAA
WA YANHAA ‘ANIL FAHSYAA-I WAL MUNKARI WAL BAGHYI
YAIZHZHUKUM LA’ALLAKUM TADZAKKARUUN
FADZKURULLAAHA ‘AZHIIMI WA YADZKURKUM
FASTAGHFIRULLAAHA YASTAJIB LAKUM
WASYKURUUHU ‘ALAA NI’MATIL LATII
WA LADZIKRULLAAHU AKBARU
WA AQIIMISH SHALAH

Hujan Ikan Di jepang

Hujan Ikan Di jepang


Hujan Ikan di Jepang merupakan salah satu dari sekian banyak Kejadian Aneh yang ramai dibicarakan di tahun 2010. Fenomena hujan ikan di Jepang ini, sebenarnya terjadi pada tahun lalu, tepatnya bulan Juni 2009. Tidak hanya ikan, katak kecil dan berudu juga terjadi ketika itu.
9 Juni, anggota polsek Ishikawa melaporkan di kota Nakanoto, sejumlah ikan kecil yang ditemukan tersebar di daerah pemukiman. Sekitar 10 ikan disisihkan dari pinggir jalan dan dari atap mobil dan ikan ini sejenis ikan mas yang berukuran panjang 3-5 cm .

15 Juni , anggota polsek Miyagi melaporkan sekitar jam 5:00 di kota Taiwa, seorang penduduk 74 tahun,mendengar suara hujan di luar rumahnya. Ia melangkah ke luar dan menemukan sekitar 50 kecebong tersebar di halaman rumah dan di atap. Kecebong-kecebong ini masih basah, tetapi tak satu pun dari mereka yang masih hidup. Menurut wanita tersebut, langit cerah dan tidak ada angin. Ia tidak melihat burung-burung beterbangan di langit.

16 Juni, anggota polsek Saitama melaporkan bahwa pada jam 1:00 di kota Kuki, seorang pria berusia 77 tahun melaporkan telah ditemukan lebih dari 20 bangkai berudu dan ikan kecil di halaman rumahnya. Pria yang tinggal sekitar 1 kilometer dari dekat hutan tempat biasanya gagak bertengger. Ia percaya gagak-gagak itu menjatuhkan berudu dan ikan di halaman rumahnya.

16 Juni sekitar pukul 8:00, anggota Polsek Aichi melaporkan bahwa ada seorang karyawan sebuah perusahaan yang berusia 45 tahun sedang mengemudi melewati kota Chiryu dalam perjalanannya untuk berangkat bekerja, tidak lama kemudian dia mendengar suara sesuatu yang seakan melempari atap mobilnya. Ketika ia tiba di tempat kerja, ia menemukan 25 bangkai kecebong , masing-masing sekitar 5 cm panjang, berhamburan di bagian atas dan sisi kendaraan.
17 Juni, anggota Polsek Toyama melaporkan bahwa pada jam 8:40 di kota Asahi, pekerja berusia 59 tahun di sebuah perusahaan menemukan sekitar 30 kecebong berserakan di jalan di depan rumahnya. kecebong-kecebong ini ketika diukur memiliki panjang sekitar 3 cm panjang dan telah mulai mengembangkan kaki. Cuaca tenang dan sebagian berawan, sehingga tidak mungkin mereka tersapu dalam hembusan angin. Seorang ahli biologi setempat mengatakan bahwa kecebong-kecebong ini mungkin telah mati karena dehidrasi setelah berkeliaran keluar dari sawah terdekat. Pria tersebut percaya bahwa mereka mungkin telah dijatuhkan oleh sekawanan burung gagak.

24 Juni, anggota polsek Yamagata melaporkan bhwa pada jam 4.30 sore,seorang instruktur piano 34tahun di kota Shinjo menemukan sekitar 40 bangkai kecebong yang masih basah di halaman, tepat ketika ia berjalan meninggalkan anjingnya. Si wanita melihat kecebong-kecebong tersebut setelah anjing itu mulai mengendus penuh semangat di tanah halaman luar. Dia menemukan kecebong yang masih basah menempel di hidung anjing. Kecebong-kecebong ini, banyak yang hancur, dan paling tidak dua jam sebelumnya belum ada bermunculan di halaman rumahnya.
                                            
                                      

Ikan Goliath Tiger Fish

Ikan Goliath Tiger Fish









Ikan Goliath Tigerfish termasuk  salah satu ikan air tawar yang paling menakutkan dan terkenal sangat buas ketika memburu mangsanya. Dia memburu hewan apa saja, termasuk buaya. Lantaran garang, orang susah membekuk ikan ini.

Angler Jeremy Wade, seorang pemancing profesional asal Inggris adalah satu dari sedikit orang yang berhasil menangkap ikan galak ini. Ia berhasil mengalahkan tigerfish berukuran panjang 5 kaki atau sekitar 1,5 meter berbobot 45Kg.  Tidak mudah memang. Angler sukses setelah bersusah payah selama 8 hari.

Ikan ini adalah sejenis ikan karnivora. Memiliki gigi tajam dan turun-temurun hidup di perairan  Kongo. Hampir 80 persen dari populasi ikan ini tidak ditemukan di tempat lain.

Perairan di negeri Kongo itu memang menjadi surga bagi ikan. Di negeri itu, setidaknya hidup 688 ikan kenis langka dan unik. Si ikan Goliath itu kian perkasa sebab dia mampu bertahan dengan pasokan oksigen yang minim. Jika musim panas datang, dia lazim membenam diri dalam lumpur.

PENCELUPAN BATIK TULIS DENGAN ZAT WARNA INDIGOSOL

PENCELUPAN BATIK TULIS DENGAN ZAT WARNA INDIGOSOL       




PENCELUPAN BATIK TULIS DENGAN ZAT WARNA INDIGOSOL





BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Pemilihan Judul
Batik merupakan salah satu karya seni dan produk budaya khas Indonesia yang telah berkembang sejak masa lalu. Batik dapat dijadikan sebagai komoditas komersial dan dapat pula ditampilkan sebagai karya seni yang artistik. Batik tergolong sebagai unsur peninggalan tradisi yang menjadi salah satu komponen kerangka cultural Indonesia. Teknik batik merupakan media yang dapat mempresentasikan bentuk lebih lentur, rinci, rajin tapi juga mudah.  
            Kelemahan hasil batik yang sering dialami di IKM adalah tahan luntur warnanya. Batik-batik yang IKM hasilkan setelah dilakukan pencucian berulang seringkali mengalami penurunan warna atau luntur. Hal ini terjadi karena proses pewarnaan yang dilakukan kurang tepat baik penggunaan zat warnanya, zat pembantu maupun proses kerja yang dilakukan. Salah satu cara untuk menghasilkan kain batik yang baik dengan tahan luntur dan kerataan warna yang baik yaitu dengan menggunakan zat warna indigosol. Selain tahan lunturnya baik zat warna indigosol juga menghasilkan warna –warna pastel.
Berlatar belakang dari pernyataan di atas maka penulis memilih judul “PROSES PENCELUPAN BATIK TULIS DENGAN MENGGUNAKAN ZAT WARNA INDIGOSOL PADA BAHAN KAPAS”.
Pemilihan pembahasan atau penyuluhan ini dimaksudkan agar lebih memahami proses pembuatan batik tulis mulai dari proses persiapan pembatikan maupun proses pembatikannya termasuk proses  pemalaman, pewarnaan maupun proses pelorodannya sehingga nantinya kita sebagai tenaga penyuluh lapangan dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dialami IKM terutama masalah teknis produksinya. Sedangkan tujuan penulis membuat karya ilmiah ini adalah agar pembaca dapat mengembangkan pencelupan batik tulis menggunakan zat warna indigosol pada bahan kapas.
Pada makalah ini penulis membatasi pembahasan hanya mengenai proses pembuatan batik tulis dengan zat warna indigo pada bahan kapas. Sehingga tidak dibahas proses batik untuk bahan yang lain maupun zat warna yang lain.






I.2 Teori Pendekatan
Sejarah Batik
Batik atau kata Batik berasal dari Bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan “malam” (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam Bahasa Inggrisnya “wax-resist dyeing”. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama.

Ragam corak dan warna batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.

Teknik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang menduga teknik ini berasal dari Bangsa Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah dibawa oleh para pedagang India. Saat ini batik bisa ditemukan di banyak negara seperti IndonesiaMalaysiaThailandIndiaSri Lanka, dan Iran. Selain di Asia, batik juga sangat populer di beberapa negara di Benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia, terutama dari Jawa. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun-temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Meskipun batik identik dengan pakaian adat Jawa, namun kini batik sudah menjadi pakaian nasional bagi masyarakat Indonesia, bahkan sudah banyak pula dikenal di manca negara. Penggunaannyapun tidak lagi sebagai pakaian adat tetapi sudah mengikuti perkembangan mode busana baik bagi wanita maupun pria, bahkan biasa digunakan sebagai desain interior dan perlengkapan rumah tangga.


 v    Jenis Batik
Batik Tulis
Batik tulis adalah batik yang dihasilkan dengan cara menggunakan canting tulis sebagai alat bantu dalam melekatkan malam pada kain. Perkembangan teknik yang menghasilkan batik tulis bermutu tinggi di kraton-kraton jawa ditunjang oleh canting tulis dan kain halus. Ragam hias paling rumit (detail) mampu dicapi oleh canting sesuai dengan keterampilan pembatik.

Batik Cap
Batik cap yaitu batik yang proses pembatikannya menggunakan canting cap. Canting cap dibuat dengan lempengan kecil bahan tembaga membentuk corak pada salah satu permukaannya. Permukaan canting cap menggunakan bahan lempengan tembaga tipis karena tembaga memiliki sifat lentur dan mudah dibuat pola. Permukaan canting cap tersebut dirangkaikan dengan struktur plat besi tipis yang kuat. Pada awalnya canting cap hanya digunakan untuk pola-pola pinggiran, namun kini canting cap juga digunakan untuk mencetak pola pada seluruh permukaan kain. Hal ini karena dengan cara ini akan menghasilkan pekerjaan yang lebih efektif dan efisien.

 v    Alat-Alat Membatik
Perlengkapan orang membatik tidak banyak mengalami perubahan dari dahulu sampai sekarang. Diantara alat-alat tersebut adalah :
a.      Gawangan
Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan mori sewaktu dibatik. Gawangan dibuat dari bahan kayu, atau bambo. Gawangan harus dibuat sedemikian rupa, sehingga mudah dipindah-pindah, tetapi harus kuat dan ringan.
b.      Bandul
Bandul dibuat dari timah, atau kayu, atau batu yang dikantongi. Fungsi pokok bandul adalah untuk menahan mori yang baru dibatik agar tidak mudah tergesar tertiup angin, atau tarikan si pembantik secara tidak sengaja.
c.      Wajan
Wajan ialah perkakas untuk mencairkan “malam”. Wajan dibuat dari logam baja, atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa menggunakan alat lain.
d.      Kompor
Kompor adalah alat untuk membuat api. Kompor yang biasa digunakan adalah kompor dengan bahan bakar minyak.
e.      Taplak
Taplak ialah kain untuk menutup paha si pembantik supaya tidak kena tetesan “malam” panas sewaktu canting ditiup, atau waktu membatik.
f.       Canting
Canting adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan. Canting untuk membatik adalah alat kecil yang terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya. Canting ini dipakai untuk menuliskan pola batik dengan cairan lilin. Sebelum bahan plastik banyak dipakai sebagai perlengkapan rumah tangga, canting yang terbuat dari tempurung kelapa banyak dipakai sebagai salah satu perlengkapan dapur sebagai gayung. Dewasa ini canting tempurung kelapa sudah jarang terlihat lagi karena digantikan bahan lain seperti plastik.
g.      Mori
Mori adalah bahan baku batik dari katun. Kwalitet mori bermacam-macam, dan jenisnya sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Mori yang dibutuhkan sesuai dengan panjang pendeknya kain yang dikehendaki. Ukuran panjang pendeknya mori biasanya tidak menurut standar yang pasti, tetapi dengan ukuran tradisional.
h.      Malam/lilim
Lilin atau “malam” ialah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya “malam” tidak habis (hilang), karena akhirnya diambil kembali pada proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi kain. “malam” yang dipergunakan untuk membatik berbeda dengan malam atau lilin biasa. Malam untuk membatik bersifat cepat menyerap pada kain tetapi dapat dengan mudah lepas ketika proses pelorodan.
i.        Saringan malam
Saringan ialah alat untuk menyaring “malam” panas yang banyak kotorannya. Jika “malam” disaring, maka kotoran dapat dibuang sehingga tidak mengganggu jalannya “malam” pada cucuk canting sewaktu dipergunakan untuk membatik.

v      Disain Batik
Pada proses disain batik terdapat dua cara yaitu disain batik tulis dan disain batik cap. Proses pembuatan disain batik tulis dilakukan dengan menggambar langsung pada kain yang dikehendaki dengan menggunakan pensil. Untuk pembatik yang telah berpengalaman, maka proses mendisain dapat dilakukan dengan pemalaman langsung diatas kain. Sedangkan pada disain batik cap terdapat sedikit perbedaan dengan disain batik tulis. Disain pola canting cap selalu dirancang berdasarkan raportnya. Raport di dalam pembuatan canting cap adalah susunan pola agar satu sisi canting menyambung dengan sisi lain apabila dicapkan. Pada akhirnya pola batik yang dibuat dapat menyambung. Cara menjalankan canting cap (lampah) ada beberapa macam, yaitu :
1.         Tubrukan, yaitu bergeser satu langkah ke kanan dan satu langkah ke depan.
2.         Onda-onde, yaitu satu langkah ke depan dan setengah langkah ke kanan, atau setengah langkah ke depan dan satu langkah ke kanan.
3.         Lereng, yaitu dengan langkah bergeser satu langkah ke kiri depan mengikuti garis miring.
4.         Mubeng, yaitu dengan langkah berputar seperempat lingkaran dengan salah satu sudut cap sebagai titik pusat.
5.         Mlampah sareng, yaitu apabila dua cap membentuk satu motif dengan keduanya berjalan bersama satu langkah ke depan.
v    Pemalaman
Pemalaman adalah proses penggambaran corak diatas permukaan kain menggunakan malam cair sebagai bahannya. Tahap pemalaman bisa berulang-ulang berdasarkan rancangan ragam hiasnya. Pemalaman bolak-balik dapat dilakukan untuk memperolah hasil pemalaman yang sama antara bagian muka dan belakang kainnya.
Pemalaman dengan canting cap dapat dilakukan beberapa kali tergantung jumlah warna yang dikehendaki. Pada bagian lain yang tidak ingin diwarnai dengan warna yang diinginkan harus ditutup dengan malam. Proses pemalaman ini akan diikuti dengan proses pelorodan yaitu proses melepaskan malam dari permukaan kain. Proses pembatikan dengan canting cap sama dengan proses menggunakan canting tulis. Makin banyak warna yang dibutuhkan, makin sering pula proses pemalaman, pencelupan/pencoletan, dan pelorodan berlangsung. Namun, dalam hal kerumitan, ketelitian, dan kesinambungan keseluruhan coraknya, hasil canting cap tidak sebaik dan sehalus pengerjaan dengan canting tulis. Selain pengerjaannya lebih cepat, teknik batik cap memiliki keunggulan yaitu dapat untuk membuat batik dengan motif yang sama secara missal atau bersama-sama dengan jumlah yang banyak. Hal tersebut tidak dapat dilakukan dalam batik tulis.
 v    Pewarnaan (Pencoletan)
Pewarnaan dengan cara coletan atau dulitan ialah memberi warna pada kain batik setempat dengan larutan zat warna yang dikuaskan atau dilukiskan dimana daerah yang diwarnai itu dibatasi oleh garis-garis lilin sehingga warna tidak menerobos daerah yang lain. Biasanya untuk coletan dipakai cat Rapid atau Indigosol. Di daerah pantai utara seperti Gresik, pewarnaan seperti ini disebut “Dulitan” dan kain batik yang dihasilkan disebut kain dulitan. Lain halnya dengan di daerah Pekalongan, pewarnaan setempat ini disebut dengan “coletan” dan banyak digunakan pada batik buketan. Kuas untuk mencolet disebut “colet”, yaitu sejenis kuas kecil yang terbuat dari bahan bambu yang ditumbuk salah satu ujungnya sehingga tinggal serat-seratnya menyerupai kuas. Cara menyolet adalah mori yang telah diberi pola dengan lilin malam dengan motif klowongan digelar diatas meja atau lantai dengan didasari goni. Goni ini berfungsi untuk menyerap sisa warna. Dengan demikian cairan warna hanya membasahi bidang yang diinginkan saja.
   v    Pelorodan
Menghilangkan malam/lilin batik pada kain batik dapat berupa penghilangan sebagian dan penghilangan keseluruhan. Menghilangkan lilin sebagian adalah melepaskan lilin pada tempat-tempat tertentu dengan cara menggaruk lilin tersebut dengan alat semacam pisau. Pekerjaan ini biasanya disebut “ngerok” atau “ngerik”. Menghilangkan lilin secara keseluruhan dapat dilakukan ditengah-tengah proses membatik atau diakhir proses membatik. Menghilangkan keseluruhan lilin pada akhir proses membatik disebut “mbabar” atau “ngebyok” atau melorod. Menghilangkan lilin secara keseluruhan ini dikerjakan dengan air panas dimana lilin akan meleleh dan lepas dari kain. Air panas yang digunakan tersebut biasanya diberi kanji untuk kain batik dengan zat warna alam, sedangkan untuk zat warna sintetik air panasnya diberi soda abu (Na2CO3).
 v    Zat Warna Indigosol
Zat warna bejana larut merupakan zat warna bejana yang telah tereduksi kemudian distabilkan sebagai ester asam sulfat. Zat warna bejana larut mantap dalam suasana alkali tetapi mudah terhidrolisa dalam keadaan asam dan panas dan berubah menjadi leuko. Senyawa leuko terbentuk kemudian mudah teroksidasi menjadi pigmen zat warna bejana asal. Zat warna bejana larut termasuk zat warna bejana dalam bentuk leuko dan memiliki gugus pelarut sehingga langsung dapat digunakan tanpa harus dibuat menjadi leuko terlebih dahulu.
Diantara sifat-sifat zat warna bejana larut adalah :
·           Merupakan zat warna bejana yang telah tereduksi (Sudah dalam bentuk garam leuko) larut dalam air.
·           Stabil dalam larutan alkalis.
·           Mudah terhidrolisa dalam suasana asam dan suhu tinggi àberubah dalam bentuk leuko.
·           Menghasilkan warna muda (pastel).
·           Substantivitas terhadap serat kecil sekali à mudah memberikan celupan rata.
·           Banyak memerlukan garam.
·           Pencelupan dilakukan dalam suhu rendah.
Setelah dipakai, sebelum dioksidasikan gugus pelarutnya perlu dihidrolisa terlebih dahulu dalam larutan bersuasana asam. Oleh karena itu pada pencelupan dengan zat warna bejana larut tidak mungkin digunakan H2O2 atau Na2BO3 sebagai oksidatornya, karena oksidator tersebut tidak dapat bekerja dalam suasana alkali. Untuk itu digunakan campuran NaNO2 sebagai oksidator dan H2SO4 atau HCl untuk mengngaktifkan kerja NaNO2.
Zat warna bejana larut sangat mudah memberikan celupan rata, sebab substansivitasnya terhadap serat kapas kecil. Oleh karena itu pada waktu pencelupan memerlukan penambahan garam yang banyak dan suhu yang rendah.
+

Reaksi Hidrolisis
H2SO4

 D    C – O – SO3Na H2O                        D      C – OH + NaHSO4
NaNO2  + H2SO4                        Na2SO4  + 2 HNO2
2 HNO2                                       H2O + 2 NO + On
Reaksi Oksidasi
D     C – OH + On                     D     C      O + H2O
Zat warna bejana larut à celup à hidrolisa à oksidasi.
Proses pembangkitan warna bejana larut :


 v    Sserat Kapas
Penampang melintang dari serat kapas memiliki bentuk yang tidak beraturan yaitu seperti ginjal. Bentuk penampang melintang seperti itu membuat hasil pewarnaan pada permukaan memiliki daya kilap yang kurang, akan tetapi bentuk seperti itu memberikan daya penutup kain yang lebih besar.
Selulosa

Gambar 3.2 Struktur Molekul Serat Kapas

Gambar diatas merupakan strukur molekul serat selulosa. Serat kapas memiliki gugus OH) yang dapat menarik gugus hidroksil dari molekul lainnya dan-hidroksil ( gugus hidroksil air. Serat yang mengandung banyak gugus hidroksil akan mudah menyerap air sehingga serat tersebut memiliki moisture regain yang tinggi. Dengan kemudahan molekul air terserap kedalam serat, menyebabkan serat mudah menyerap zat warna yang berbentuk pasta atau larutan. Kekuatan serat kapas dipengaruhi oleh kadar selulosanya dalam serat, panjang rantai, dan orientasinya. Kapas mempunyai afinitas yang besar terhadap air. Moisture regain kapas kondisi standar 7 – 8,5 %. Sifat kimia selulosa pada umumnya tahan terhadap kondisi penyimpanan, pengolahan, dan pemakaian normal tetapi beberapa zat oksidasi atau penghidrolisa menyebabkan kerusakan dengan akibat penurunan kekuatan. Kerusakan karena oksidasi dengan terbentuknya oksi selulosa biasanya terjadi dalam proses pemutihan yang berlebihan, penyinaran dalam keadaan lembab atau pemanasan yang lama diatas suhu 1400C.

 I.3 alat dan bahan yang digunakan
v Pembuatan disain batik
·      Pensil
·      Penggaris
·      Media membatik (kain katun)
·      Kertas untuk mendisain
·      Pola disain/gambar




v Proses pembuatan batik tulis
·      Kompor kecil
·      Wajan kecil
·      gawangan
·      Aneka canting tulis
·      Bangku kecil
·      Malam batik
v Proses pencoletan dan pencelupan
·      Aneka jenis kuas
·      timbangan
·      Gelas plastik
·      Karung goni
·      Bak celup
·      ember
·      Pengaduk
·      Zat warna indigosol
·      NaCl
·      teepol
·      Air
·      HCl
·      NaNO3

v Pelorodan & pencucian
·      Panci
·      Kompor
·      Ember
·      Na2CO3
·      sabun





BAB II
PEMBAHASAN




 Resep Pencelupan dan Pencucian yang Dapat Digunakan
v  Pewarnaan colet
Zat warna indigosol                      = 10 g
Air                                                 = 250 ml
Suhu                                             = 30 0C
v  Pencelupan
Zat warna                                     = 1-2 %
NaCl                                             = 40-60 g/l
Vlot                                               = 1:20
suhu                                             = 30C
v  Pengoksidasian
HCl                                               = 10 ml
NaNO2                                         = 5 g
Air                                                 = 4000 ml
Suhu                                             = 30 oC
Waktu                                           = 5 menit
v  Pelorodan
Na2CO3                                        = 40 g
Air                                                 = 4000 ml
Suhu                                             = 100 0C
Waktu                                           = 10 menit
v  Pencucian 
Sabun (Sandopur)                       = 2 ml/L
Na2CO2                                                     = 0,5 g/L
Air                                                 = 4000 ml
Suhu                                             = 60 oC
Waktu                                           = 30 menit
II.4 Fungsi Zat – Zat yang Digunakan
Zat warna indigosol     = zat warna yang digunakan untuk mewarnai kain pada proses
                Pembatikan
NaCl                            = mendorong penyerapan zat warna
HCl                             = menghidrolisis zat warna bejana larut agar menjadi asam leuko
NaNO2                        = mengoksidasi asam leuko zat warna bejana larut menjadi zat
   warna bejana yang tidak larut
Na2CO3                                   = membantu menghilangkan warna pada bahan dan memberikan
 suasana alkali pada proses pencucian dan sebagai zat untuk proses pelorodan
Sabun                          = menghilangkan kotoran dan zat warna yang tidak terfiksasi di
   permukaan serat

II.5 Langkah kerja
Berikut ini akan dijelaskan tentang langkah – langkah kerja dalam proses pembuatan batik tulis :
v  Pembuatan disain motif
Menggambar desain motif batik yang akan dibuat dengan menggunakan pensil

v  Pembuatan batik tulis
·           Disain motif tersebut kemudian ditutup malam dengan menggunakan canting tulis.
·           Pada motif yang malamnya belum menembus kain, maka dilakukan proses nerusi/diterusi agar malam menembus kain
·           Setelah proses batik tulis selesai maka kain batik siap untuk diproses selanjutnya.

v  Pewarnaan (pencoletan)
·           Siapkan beberapa buah gelas plastik untuk tempat zat warna.
·           Timbang zat warna indigosol sesuai kebutuhan dan tuangkan kedalam gelas plastik.
·           Buat larutan zat warna untuk mencolet dengan menambahkan air panas kedalam kedalam gelas plastik.
·           Letakkan kain yang sudah dibatik diatas kain/karung goni sebagai alas untuk mencolet.
·           Melakukan proses pencoletan dengan menggunakan kuas.
·           Setelah selesai dicolet, kain batik dijemur sampai kering.
v  Nembok
·           Melakukan proses penutupan malam pada bahan yang telah dicolet atau bahan yang tidak ingin terwarnai dengan warna dasar dengan menggunakan kuas atau canting tulis baik permukaan depan atau belakang kain.

v  Pencelupan
·           Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
·           Timbang zat sesuai resep yang diinginkan
·           Buat larutan kemudian masukkan pada bak celup
·           Lakukan proses pencelupan  warna dasar dengan menggunakan zat warna indigosol
·           Bahan yang telah dicelup kemudian digantung atau disampirkan sampai kering.

v  Fiksasi zat warna
·           Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
·           Timbang zat  dan buat larutan fiksasi zat warna
·           Melakukan proses fiksasi zat warna indigosol dengan larutan yang terdiri dari HCl dan NaNO2 selama beberapa menit.

v  pelorodan
·           didihkan air yang dibutuhkan
·           siapkan bahan Na2COsesuai resep
·           Kemudian dilakukan proses nglorod dengan menggunakan air mendidih yang dicampur dengan Na2CO3 untuk menghilangkan malam batik. Proses nglorod berlangsung sampai seluruh malam hilang.

v  pencucian
·           siapkan alat dan bahan yang diperlukan
·           timbang zat sesuai resep dan buat larutan pencucian
·           lakukan proses pencucian pada bahan sampai bersih.
·           Kemudian keringkan




II.6 Diskusi atau Pembahasan
pada proses pemalaman beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
suhu pemanasan malam
suhu pemanasan berpengaruh terhadap hasil motif yang akan dibuat. Jika suhu terlalu tinggi maka lilin akan encer sehingga motif akan mlobor. Sedangkan jika suhu terlalu rendah maka lilin tidak akan keluar dari canting atau mampet sehingga tidak didapatkan motif.
Kebersihan canting dan kualitas dan jenis canting
 Sebelum dipakai, canting tulis harus dibersihkan dahulu teruatama untuk bagian cerek atau ujung tempat keluarnya lilin sehingga tidak ketika proses pemalaman lilin bisa keluar dengan lancar. Sedangkan jenis lilin sebaiknya dibedakan antara canting untuk motif blokatau besar, lilin untuk cerek atau motif kecil.
Jenis lilin
Campuran lilin sangat erat kaitannya dengan sifat lilin itu sendiri. Seperti suhu leleh, suhu beku, tahan air, tahan zat kimia. Karena lilin ini berfungsi sebagai zat perintang warna maka lilin batik sebaiknya lilin yang tahan terhadap perlakuan proses selanjutnya seperti lilin tahan zat kimia, tahan air, tidak mudah pecah dsb. Sedangkan untuk proses nembok dengan proses klowong sebaiknya lilinnya dibedakan.

Proses selanjutnya adalah pewarnaan dengan cara pencoletan. Biasanya pencoletan dilakukan pada bagian motif-motif tertentu saja (pecelupan sebagian), Proses yang dilakukan hanya menyiapkan larutan zat warna yang digunakan didalam gelas plastik/gelas aqua sebanyak masing-masing 10 gram ditambah air sebanyak 250 ml. Selanjutnya dengan menggunakan kuas maka larutan zat warna ini dioleskan pada motif pada permukaan kain. Pencoletan dilakukan sampai seluruh bagian kain terwarnai. Beberapa warna motif ada yang mbleber/mblobor diluar motif karena ukuran kuas yang digunakan tidak sesuai dengan besar kecilnya motif yang akan diwarna (biasanya kuas berukuran besar padahal motif yang akan diwarnai berukuran kecil). Untuk meminimalisir hal ini maka praktikan harus berhati-hati dan sabar agar pewarnaan yang dihasilkan tidak keluar dari bagian motif yang akan diwarnai.

proses pencelupan dengan menggunakan zat warna indigosol. Yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah ketuaan warnanya. Jika pada proses pencelupan dihasilkan warna yang belum tua maka proses pencelupan dapat dilakukan berulang-ulang sampai didapat hasil ketuaan warna yang maksimal.

Selanjutnya hal yang sangat penting yaitu proses pelorodan.  Proses pelorodan dilakukan untuk menghilangkan malam yang menempel pada  bahan. Proses pelorodan ini sangat bergantung pada jenis malam, suhu pelorodan, dan konsentrasi soda ash yang digunakan. Semakin tinggi suhu dan semakin tinggi konsentrasi soda ash proses pelorodan akan lebih cepat dan bersih. Proses pelorodan dapat dilakukan secara berulang-ulang agar kain batik yang digunakan bersih.

hal yang paling penting dan sering dilupakan adalah proses pencucian yang kebanyakan tidak dilakukan oleh IKM sehingga kain batik yang dihasilkan biasanya tahan lunturnya sangat jelek. Untuk memperbaikinya dapat dilakukan dengan proses pencucian agar zat warna yang tidak terfiksasi dapat hilang sehingga tahan luntur warnanya baik.



BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, untuk menghasilkan kain batik yang baik penulis dapat mengambil kesimpulan. Diantaranya :
v  Proses pembatikan mulai dari persiapan pembatikan sampai proses pelorodan harus dilakukan dengan baik dan benar